Sabtu, 20 Desember 2008

Satu Cerita di Kereta Prameks


Seperti setiap Sabtu biasanya…

Aku setengah berlari memasuki Stasiun Tugu Yogyakarta setelah tu

run dari bis jalur 4 

tepat di seberang stasiun. Antrian di depan loket kereta 

Prameks sudah panjang sekali, mendekati pintu 

masuk. Tujuh ribu rupiah aku keluarkan ketika sampai di

 depan loket. Yah, telah beberapa minggu ini aku menghabiskan waktu di r

umah Eyang, di Wates. Rumahku sekarang karena

 sudah lebih dari setengah tahun aku tidak punya kesempatan untuk p

ulang. Bahkan, teman-temanku sudah tak mengakui

 lagi bahwa aku orang Jakarta.

Ketika berhasil mendap

atkan tiket, aku langsung menuju ke peron. Kereta Prameks sudah tiba di sana dan sudah puluhan kepala ma

nusia menunggu kedatangannya yang tinggal sesaat. Tak lama, kepala lokomotif 

sudah menyembul dari arah sana. Semua orang bersiap

 untuk bisa segera masuk, berebut, mereka beringsut masuk, termasuk aku.

Selalu saja penuh. Aku 

berdiri di dekat pintu, tepat berhadapan dengan seorang laki-laki. Sepertinya, usian

ya tak jauh dari usiaku. Lalu, aku memperhatikan sekelilingku. Terdiam saja, menatap sawah-sawah

 yang berlalu cepat ditinggal laju kereta. Aku akan pulang, gemingku dalam hati.

“Duduk, Mbak.” Laki-laki di hadapanku tiba-tiba berdiri.

Aku menggeleng.

“Nggak apa-apa, Mbak.”

Aku pun duduk.

“Ke Kutuarjo, Mbak?” tanyanya.

”Bukan. Wates.” jawabku.

”Pulang, Mbak?” tanyanya lagi.

”Iya.”

Aku memang akan pulang. Kutatap sawah-sawah yang kini terlihat berlari menjauhi laju kereta.

 

Rumah

Menjadi tempat untuk berpulang

Selalu merindu untuk sampai ke sana

Rela menghitung hari sampai kembali

Walau ribuan langkah mengharuskan untuk terus berjalan

Meraih impian yang terbentang

Namun... cerita tentang pulang tak pernah menjadi cerita yang tak dinanti

Jumat, 19 Desember 2008

My Blueberry Nights


This was a smart sweet movie. Very nicely done with some beautiful scenes! Majestic pictures really. And it had a nice story and some good characters with great performances specially by Rachel Weisz and Strathairn! It had good witty dialogs and had some funny moments. It's one of those movies that has everything to be good. Never Amazing, never something out of this world, but good! Makes you feel good after wards! But because of the editing and the great shots, this movie could have been far better than the average sweet smart movie (Sousa, 2008).

(diunduh dari : http://www.imdb.com/title/tt0765120/)

 

My Blueberry Nights.

Sebenernya alasan awal sampe kepikiran untuk nonton film ini dan beberapa film lain adalah karena aku ngerasa udah lama banget ngak nonton film. Alhasil, aku menyambangi tempat persewaan film dengan menitipkan SIM A yang seumur hidup ini nggak pernah kepake. Sebelum berangkat ke tempat persewaan, sebenernya aku udah nyatet beberapa film setelah browsing *gaul mode on*. Jadi… yah My Blueberry Nights udah kecatet di list filmku.

Satu alasan lagi film ini kupinjem adalah karena aku lagi cinta banget sama yang namanya Blueberry, gimana enggak… sering banget aku beli roti Parsley dengan judul Blueberry Bun, roti Manna dengan judul Long John Blueberry (sampai sekarang aku nggak ngerti kenapa musti ada Long John-nya), dan beli selai roti Morin rasa Blueberry sampai bikin gigiku sakit karena saking manisnya, mungkin kalo ada sabun aroma Blueberry bakalan aku beli juga

Eniwei, awalnya rada sanksi nonton film ini, karena sebelum bikin resume ini dan pas nonton filmnya aku cuman kenal Jude Law sebagai pemainnya. Padahal ada Norah Jones (penyanyi yang selama ini aku dengarkan dengan sangat baik lagu-lagunya), Rachel Weisz, dan Natalie Portman. Hah, payah banget kan…

Tapi setelah nonton dan mengamati dengan mendalam, rasanya nggak nyesel nyewa nih film. Filosofis banget, tapi tetep dikemas dengan manis yang nggak murahan. Unsur warna-warni-nya juga paaasss banget. Namun, ada satu hal yang aku nggak suka… Gambar pie blueberry dan ice cream yang meleleh. Duh, nggak banget deh! Nggak oke…

Untuk ceritanya, aku acungin dua jempol.

Ada beberapa hal yang bikin film ini bermakna banget. Kayak yang udah aku bilang sebelumnya, Filosofis... Yaitu :

  1. Kunci. Awalnya rada bingung sih kenapa ada cerita tentang kunci di film ini. Tapi, aku jadi ngerti kalo bener juga kata tuh film. Kunci itu menggambarkan banyak hal, dilihat dari gantungannya, sejarah hidup orang, fungsinya buat orang, bahkan penting atau nggaknya kunci bagi pemiliknya bisa juga diliat. Ada orang yang nggak peduli sama kunci yang ketinggalan, ada juga yang peduli banget, ada lagi yang rela ninggalin kuncinya karena ada kejadian yang nggak dia suka. Hebatnya lagi, si Jude Law a.k.a Jeremy nggak mau ngebuang kunci-kunci yang ketinggalan itu karena takut si empunya kunci nggak bisa lagi masuk rumahnya.
  2. Gagang pintu. Pintu itu (di cerita itu) selalu di tutup begitu saja, nggak ada yang peduli dengan suaranya dan nggak ada yang nengok lagi ke belakang setelah pintu itu tertutup karena mungkin aja orang-orang yang nutup pintu itu nggak akan kembali lagi. Tapi, Norah Jones a.k.a Elizabeth nggak mantep nutup pintu kafe itu, nutup sambil liat, udah gitu rada nahan pas nutup... karena dia berpikir kalo suatu saat mungkin akan balik lagi.
  3. Tetap di tempat. Sesakit apapun hati Jeremy dan seberapa kuatnya dia pengen melarikan diri dari masalah yang dia alami, dia nggak mau pergi ninggalin kafe itu. Dia percaya kata ibunya kalo dia harus tetap di situ supaya orang yang bikin hatinya sakit bisa nemuin dia lagi kalo nantinya akan kembali.
  4. Sejauh apapun berlari, rindu rumah akan terasa dan membuat kita akan kembali. Elizabeth yang udah keliling kota hampir puluhan ribu kilometer dari New York akhirnya pulang lagi karena ngerasa bahwa nggak ada tempat lain yang bisa ngegantiin New York.
  5. Pie blueberry. Inilah inti dari judulnya. Jadi, ceritanya di kafe punya Jeremy, pie blueberry tuh jarang banget dipilih, karena orang berhak milih kue atau roti lain. Hal itu membuat pie blueberry itu seringkali nggak bermakna dan dianggep nggak ada, padahal sebenernya rasanya enak. Trus dia akan dibuang gitu aja kalo kafe udah mau tutup dan orang nggak akan ada yang peduli akan hal itu. Ini jadi alasan sampe Elizabeth seneng banget makan slice pie blueberry pake ice cream. Btw, pie blueberry-nya keliatan enaak banget, bentuknya juga aneh... aku sih mikirnya kayak jenang jawa yang dibungkus daun kelapa. Hehe...
  6. Ganti nama. Elizabeth keliling kota menjauhi New York untuk jadi pelayan restoran atau bar berganti-ganti. Itu bikin dia harus ganti nama, mungkin biar orang nggak peduli sama keberadaan dia. Tapi, tetep aja ganti namanya nggak jauh-jauh sama namanya sendiri, yang aku inget sih cuman Lizzie dan Beth.
  7. Butuh temen. Leslie terpaksa bohong sama Elizabeth dan bilang kalo dia kalah judi trus harus nemuin ayahnya di Las Vegas cuman karena butuh temen selama di jalan. Mungkin maksudnya, nggak enak hidup sendirian dan kita semua butuh temen.
  8. Hidup itu cinta. Mau mengelak, berlari, benci, atau marah sama yang namanya cinta, kita tetep butuh. Tetep akan menemukan cinta, cinta yang mau menunggu, cinta yang memang untuk kita (walau mungkin nggak abadi). Bahkan bisa mati karena cinta atau cinta bikin mati.

Pas filmnya selesai dan liat credit titlenya, nggak nyangka kalo tuh film bukan disutradarain sama orang Amerika, tapi orang Hong Kong, yaitu Kar Wai Wong dan beberapa krunya juga orang Hong Kong. Pokoknya, filmnya keren banget. Filosofis banget. Sederhana. 

Selasa, 02 Desember 2008

laki-laki dan perempuan


Entah orang lain berkata apa tentang aku. Aku juga manusia kok, sama seperti yang lain. Sama seperti orang-orang yang hanya bisa meremehkanku dari belakang. Hidupku sekarang aku bayar dengan uangku sendiri, hasil jerih payah kerjaku. Aku peduli pada teman-temanku, tapi aku tak menyangka banyak teman yang terlalu peduli padaku, hingga mereka merasa lebih berhak menghakimiku daripada diriku sendiri. Padahal, seharusnya hidup itu milikku.


“Rin, lo serius cinta sama dia?” tanya seseorang yang selalu mengaku sebagai temanku.


“Serius!!!” aku menjawab dengan benar-benar serius.


Dia lalu hanya mengangguk-angguk seolah paham dengan kata-kataku.


Tapi, keesokan harinya, aku mendengar orang-orang menganggapku aneh dengan mencintainya. Kenapa? Aku manusia yang berhak punya cinta. Dia pun manusia yang boleh kucintai karena dia belum jadi milik siapa-siapa. Toh, masing-masing diantara kami tahu peran kami masing-masing. Aku menjadi pria dan ia menjadi wanita. Dimana letak salahnya?


Sebenarnya aku memendam rasa pada seseorang wanita yang bukan dia. ”Dia yang sejak dulu kucinta” adalah sahabat dekatku saat di bangku Sekolah Dasar. Aku sibuk mencarinya ketika kami mulai berpisah, tapi aku tahu kalau dia tidak mungkin mau jadi wanitaku, dia terlalu pintar untuk menjalani hubungan denganku. Jadi, aku memutuskan untuk memendam rasa ini dan mencoba mencari cinta dari perempuan lain. Kata orang, cinta tak harus memiliki, dan aku percaya benar akan itu.


Aku bahagia memiliki kekasih seperti dia yang sekarang. Bagiku, dia adalah segalanya, lebih dari sekedar teman, sahabat, mungkin lebih dari seorang kekasih. Aku sudah sering menghabiskan malam bersamanya, mencumbunya, dan memadu kasih di atas satu kasur ke kasur yang lain. Aku hafal bau tubuhnya, hafal gerakannya, dan hafal alunan nafasnya. Kami menyatu ketika malam datang dan kami saling berpagutan di dalam dunia kami yang katanya terlalu sulit dipahami.


Perasaan tulusku mencintainya adalah segalanya. Aku menghargainya sebagai seseorang seperti aku menghargai diriku sendiri.


Dia perempuanku walaupun aku sendiri masih meyakini bahwa aku sama seperti dia. Aku juga perempuan. Aku pernah punya rambut panjang, pakai bedak, pakai rok, pakai lipstik, bahkan sampai sekarang aku masih memakai bra. Walaupun sekarang aku lebih suka dengan rambut setengah botakku, kaca mata, rokok, celana jeans, kaos oblong, dan sepatu sneakers. Tapi, aku pernah jadi perempuan sejati. Dan seumur hidupku aku tetap akan menjadi perempuan. Aku perempuan yang sangat mencintai perempuan.