Rabu, 06 Agustus 2008

anak-anak pinggiran

Seharian ini ikut screening kesehatan di sebuah SMP Negeri di daerah trayek puskesmasku. Aku nebeng sama Bu Eli untuk bisa sampai ke sana, naik motor, ngobrol sama beliau, dan kedinginan bersama (karena udaranya memang betul-betul dingin sangat). Screening-nya ber5, sama Pak Senggono (perawat gigi), Bu Monik (bidan), Bu dokter Eko (dokter), dan Bu Eli (analis laboratorium), serta aku si mahasiswa magister profesi psikologi yang lagi tugas praktek. Yah, intinya sih mengadakan pemeriksaan untuk siswa kelas satu di sekolah itu, mulai dari golongan darah, tinggi badan, berat badan, pemeriksaan mata, kebersihan telinga, kesehatan badan, kebersihan kulit, tonsil amandel, dan kebersihan gigi. Kalo nantinya dari hasil pemeriksaan itu ada yang nggak beres, mereka akan dirujuk ke Puskesmas tanpa bayaran sama sekali, alias gratis karena menggunakan lembaran UKS yang nantinya semua itu akan bisa di claim ke Dinas Kesehatan.

Harusnya screening ini dilakuin hari Senin kemarin, cuman karena si Bapak Senggono itu sibuk berat, makanya diganti hari ini. Nah, pemeriksaan ini dilakukan di ruang UKS SMP ini, mulai dari nimbang berat badan mereka. Untuk bisa nimbang berat badan kan si anak nggak boleh pake sepatu, makanya mereka harus mencopot sepatu mereka, sayangnya.... akibat itulah kami si pihak Puskesmas merasa keberatan dengan bau yang dikeluarkan oleh kaki-kaki mereka yang berkeringat (alhasil seluruh ruang UKS dipenuhi oleh bau jempol), bahkan dokter Eko sampai mengeluarkan pewangi badan yang ia bawa lalu disemprotkan ke seluruh ruangan, sedikit membantu mengurangi bau yang ada, tetapi sayang, hanya sedikit, benar-benar sedikit.

Selain itu, ternyata sebagian besar dari mereka memiliki kesehatan kulit yang sangat kurang, karena banyak dari mereka yang kena buras a.k.a panu, kadas, kurap (kata dokter Eko, pergilah ke apotik dan belilah obat "snow white"). Tidak hanya itu, kebersihan telinga mereka pun sangat buruk (serumen), banyak diantara mereka yang terkena flu/batuk/pilek, juga sangat banyak diantara mereka yang kesehatan giginya sangat buruk (Pak Senggono dibuat pusing atas bau mulut mereka).

Kasihan... Karena pasti kondisi siswa di Jakarta maupun Jogja, maupun kota besar lainnya di Indonesia akan bisa sangat berbeda dengan kondisi mereka. Mungkin karena mereka ada di dusun-dusun bagian kota Sleman yang mulai jauh dari peradaban, sampai kebersihan dan kesehatan mereka sama sekali tidak terurus, yah... gimana mau keurus, untuk makan saja pasti masih banyak yang kesulitan (terbukti dari ada cukup banyak anak yang tingginya dibawah 140 cm, padahal sudah SMP). Tidak hanya itu, bahkan si guru juga mengeluh, apabila si anak dirujuk untuk ke Puskesmas, orang tua akan mengeluhkan uang transport yang dibutuhkan untuk ke Puskesmas. Kasian kan? Padahal biaya berobatnya sudah benar-benar tidak dibebani (gratis).

Jadi, kita yang terbiasa terbuai oleh kehidupan kota ini musti mikirin anak-anak yang ada di pinggiran juga. Mereka masih semangat sekolah kok. Tinggal di dukung aja sarananya, termasuk kesehatan. Mungkin nggak harus berupa biaya/uang... fasilitas juga bisa kan?

Tidak ada komentar: