Kamis, 07 Agustus 2008

screening SD

Pagi ini nyampe Puskesmas udah diingetin sama Mas Psikologku untuk ikut dia ke proyek yang dikasih sama SD Purworejo I dan II (Pakem). Katanya sih sekolah itu termasuk sekolah inklusi (sekolah yang menerima juga anak-anak berkebutuhan khusus dan anak-anak itu diberikan program pengajaran sama dengan anak-anak pada umumnya di sekolah itu) yang akan mengajukan program beasiswa bagi anak-anak berkebutuhan khusus itu, dimana masing-masing anak yang telah berhasil didiagnosa oleh psikolog sebagai anak berkebutuhan khusus akan menerima beasiswa dari dinas pendidikan sebesar 600 ribu rupiah tunai secara langsung untuk biaya sekolah mereka.

Aku pun ikut dia ke sekolah itu, melihat 12 siswa yang diduga berkebutuhan khusus dan mewawancarai serta mengobservasi mereka, tentunya kami berdua membagi tugas... biar cepet! Aku mendapat bagian 5 anak dan beliau mendapat jatah 7 anak. Sayangnya, kebanyakan dari mereka telah salah didiagnosis oleh guru sekolah itu. Misalnya, si guru udah terlanjur melabel kalo si anak hiperaktif, padahal... nggak sama sekali, mungkin lebih tepat kalo dibilang anak agresif atau distractability child (susah memusatkan perhatian pada pelajaran dan perhatiannya mudah beralih, tapi bukan Attention defisit loh!). Sebenernya cukup kasihan melihat anak-anak itu dilabel demikian oleh sekolah karena mau tak mau hal itu bisa berdampak buruk pada masa depan mereka di kemudian hari dan tentunya bisa berpengaruh pada prestasi mereka di sekolah selanjutnya.

Setelah melakukan observasi dan wawancara, sejauh apa yang telah aku lakukan, aku dan Mas psikologku memberi penjelasan yang lebih detail kepada pihak sekolah melalui kepala sekolah, mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan tentang pemberian label/cap kepada anak-anak didiknya. Mungkin memang benar bahwa anak-anak itu memiliki kebutuhan khusus, tetapi tidak se-ekstrim istilah yang mereka berikan pada si anak. Jadi, kami mungkin hanya bisa mengidentifikasi bahwa mereka mengalami gangguan belajar atau lambat belajar, bukan hiperaktif, dll.

Jadi, lebih baik berhati-hati untuk memberi label pada anak, karena mungkin saja hal itu bisa berakibat banyak bagi anak, bahkan mungkin hingga ke masa depan mereka.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

apa itu mbak...
gak ada istilah yg gak seteknis itu y???
gw kagak ngarti...T_T

btw,,
kalo orang yg sering ngayal tuh istilahnya apa??
gw masuk tuh ke kategori itu..:p
coba bayangin,, lagi tes pauli malah mikirin hal2 aneh... dasar..